Showing posts with label jaringan. Show all posts
Showing posts with label jaringan. Show all posts

Perbedaan SSH dan Telnet untuk Remote Server: Mana yang Lebih Aman?

5:06 AM Add Comment

Perbedaan SSH dan Telnet untuk Remote Server: Mana yang Lebih Aman?



Halo teman - teman kali ini kita akan membahas "Perbedaan antara SSH dan Telnet". Dalam dunia administrasi server, mengakses dan mengelola sistem dari jarak jauh adalah hal yang sangat umum. Dua protokol yang sering digunakan untuk keperluan ini adalah SSH (Secure Shell) dan Telnet. Meskipun keduanya memiliki fungsi yang mirip, yaitu memungkinkan pengguna untuk mengontrol server secara remote, terdapat perbedaan mendasar antara SSH dan Telnet, terutama dalam hal keamanan, fitur, dan kompatibilitas. Artikel ini akan membahas secara mendalam perbedaan utama antara SSH dan Telnet, serta menjelaskan mengapa SSH lebih direkomendasikan untuk penggunaan modern.

 

1. Keamanan: Enkripsi vs Plaintext

SSH dirancang dengan keamanan sebagai prioritas utama. Protokol ini menggunakan enkripsi untuk melindungi semua data yang dikirim antara client dan server. Ini termasuk username, password, perintah, dan bahkan file yang ditransfer. Enkripsi ini dilakukan menggunakan algoritma kriptografi seperti AES (Advanced Encryption Standard), yang membuat data tidak dapat dibaca oleh pihak yang tidak berwenang. Dengan demikian, SSH sangat aman dari serangan seperti eavesdropping (penyadapan) atau man-in-the-middle (MITM).

Di sisi lain, Telnet tidak memiliki enkripsi sama sekali. Semua data, termasuk informasi sensitif seperti password, dikirim dalam bentuk teks biasa (plaintext). Hal ini membuat Telnet sangat rentan terhadap serangan keamanan. Jika seseorang berhasil menyadap koneksi Telnet, mereka dapat dengan mudah membaca semua informasi yang dikirim, termasuk kredensial login dan perintah yang dijalankan.

Contoh Kasus:

  • Jika Anda menggunakan SSH, meskipun seseorang menyadap koneksi Anda, mereka tidak akan bisa membaca data karena sudah dienkripsi.
  • Jika Anda menggunakan Telnet, penyadap dapat melihat semua perintah yang Anda ketik, termasuk password Anda.

jadi SSH jauh lebih aman karena menggunakan enkripsi, sedangkan Telnet berisiko tinggi terhadap kebocoran data.

 Baca Juga Apa itu SSH ? Manfaat dan fungsi SSH ?

2. Metode Autentikasi

SSH mendukung berbagai metode autentikasi, yang membuatnya lebih fleksibel dan aman. Beberapa metode autentikasi yang didukung oleh SSH antara lain:

  • Password: Autentikasi berbasis password standar.
  • SSH Key: Metode yang lebih aman di mana client dan server menggunakan pasangan kunci publik dan privat untuk autentikasi. Kunci privat disimpan di sisi client, sedangkan kunci publik disimpan di server.
  • Two-Factor Authentication (2FA): Menambahkan lapisan keamanan ekstra dengan memverifikasi identitas pengguna melalui dua metode berbeda, seperti password dan kode OTP (One-Time Password).

Sementara itu, Telnet hanya mengandalkan autentikasi berbasis password. Metode ini kurang aman dan rentan terhadap serangan brute force, di mana penyerang mencoba menebak password secara berulang. Selain itu, karena Telnet tidak menggunakan enkripsi, password yang dikirimkan dapat dengan mudah disadap.

 

3. Port yang Digunakan

Baik SSH maupun Telnet menggunakan port default yang berbeda:

  • SSH: Port 22 adalah port default untuk koneksi SSH.
  • Telnet: Port 23 adalah port default untuk koneksi Telnet.

Port default ini dapat diubah untuk meningkatkan keamanan, terutama pada SSH. Misalnya, administrator server sering mengubah port SSH dari 22 ke port lain untuk mengurangi risiko serangan otomatis yang menargetkan port default. Namun, perubahan ini lebih umum dilakukan pada SSH karena protokol ini sering digunakan dalam lingkungan produksi yang membutuhkan keamanan tinggi.

 

4. Fitur Tambahan

SSH tidak hanya digunakan untuk remote access, tetapi juga menyediakan berbagai fitur tambahan yang membuatnya sangat berguna dalam administrasi server. Beberapa fitur tersebut antara lain:

  • Port Forwarding: Mengamankan koneksi antara dua sistem dengan meneruskan port melalui SSH. Ini berguna untuk mengakses layanan yang tidak terbuka ke publik.
  • Tunneling: Membuat jalur aman untuk mentransfer data melalui jaringan yang tidak aman. Ini sering digunakan untuk mengamankan koneksi ke database atau layanan internal.
  • SCP dan SFTP: Protokol transfer file yang aman, memungkinkan pengguna untuk mengirim dan menerima file dengan enkripsi. SCP (Secure Copy Protocol) dan SFTP (SSH File Transfer Protocol) adalah alternatif yang lebih aman dibandingkan FTP.

Di sisi lain, Telnet hanya menyediakan fungsi dasar untuk remote access tanpa fitur tambahan. Ini membuat Telnet kurang fleksibel dibandingkan SSH, terutama dalam lingkungan yang membutuhkan keamanan dan fungsionalitas tambahan.

Baca juga Apa itu Telnet ? kelebihan, kekurangan, cara kerja dan fungsi  


5. Kompatibilitas dan Penggunaan Modern

SSH telah menjadi standar de facto untuk remote server karena keamanan dan fleksibilitasnya. Hampir semua sistem operasi modern, termasuk Linux, macOS, dan Windows (melalui aplikasi seperti PuTTY atau OpenSSH), mendukung SSH. Selain itu, SSH juga digunakan secara luas di lingkungan cloud dan server berbasis internet. Banyak layanan cloud, seperti AWS, Google Cloud, dan Azure, menggunakan SSH sebagai protokol utama untuk mengakses instance server.

Sementara itu, Telnet sudah jarang digunakan dalam lingkungan produksi karena masalah keamanan. Telnet biasanya hanya digunakan untuk keperluan legacy, testing jaringan, atau dalam lingkungan yang terisolasi dan aman. Beberapa perangkat jaringan lama masih menggunakan Telnet untuk konfigurasi, tetapi penggunaannya semakin berkurang seiring dengan meningkatnya kesadaran akan keamanan.

 

6. Performa dan Overhead

Meskipun SSH menawarkan enkripsi dan fitur tambahan, hal ini tidak secara signifikan mempengaruhi performa. Enkripsi yang digunakan oleh SSH memang menambahkan sedikit overhead, tetapi dengan teknologi modern, dampaknya minimal dan tidak terasa oleh pengguna. Di sisi lain, Telnet, meskipun lebih ringan karena tidak menggunakan enkripsi, tidak memberikan keuntungan performa yang signifikan.

Baca juga  Apa itu FTP ?

Kesimpulan: Mengapa SSH Lebih Direkomendasikan?

Meskipun Telnet dan SSH memiliki fungsi yang serupa, SSH jelas lebih unggul dalam hal keamanan, fitur, dan fleksibilitas. Dengan enkripsi yang kuat, metode autentikasi yang beragam, dan fitur tambahan seperti tunneling dan transfer file aman, SSH adalah pilihan terbaik untuk mengelola server secara remote.

Jika Anda masih menggunakan Telnet, pertimbangkan untuk beralih ke SSH. Dengan melakukan ini, Anda tidak hanya melindungi data dan sistem Anda dari ancaman keamanan, tetapi juga memanfaatkan fitur-fitur canggih yang ditawarkan oleh SSH.

 

Tips untuk Beralih dari Telnet ke SSH

  1. Instal SSH Server: Pastikan server Anda memiliki SSH server yang terinstal. Di Linux, Anda bisa menggunakan OpenSSH.
  2. Generate SSH Key: Gunakan ssh-keygen untuk membuat pasangan kunci SSH.
  3. Nonaktifkan Telnet: Setelah memastikan SSH berfungsi dengan baik, nonaktifkan Telnet untuk meningkatkan keamanan.
  4. Gunakan Port Non-Standar: Ubah port SSH default (22) ke port lain untuk mengurangi risiko serangan.

 

Dengan memahami perbedaan antara SSH dan Telnet, Anda dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam memilih protokol yang sesuai dengan kebutuhan Anda. Selalu prioritaskan keamanan, terutama ketika berurusan dengan server yang menyimpan data sensitif atau penting. SSH bukan hanya alat yang lebih aman, tetapi juga lebih modern dan efisien untuk administrasi server di era digital ini. Semoga artikel ini bermanfaat sampai jumpa di artikel yang lainnya.

 


Pengertian, Fungsi, manfaat, tujuan, jenis pada MIKROTIK

7:38 AM Add Comment


Mikrotik, siapa sih yang tidak kenal dengan nama ini di dunia jaringan? Bagi para penggiat teknologi informasi, Mikrotik sudah menjadi salah satu pilihan utama untuk mengelola jaringan. Nah, mari kita bahas lebih dalam tentang apa itu Mikrotik, fungsi, manfaat, tujuan, dan jenis-jenis perangkatnya.

Apa Itu Mikrotik?


Jadi, Mikrotik itu adalah perusahaan asal Latvia yang fokus pada pengembangan perangkat keras dan perangkat lunak untuk jaringan komputer. Produk utamanya adalah RouterOS, yang merupakan sistem operasi yang bisa mengubah komputer biasa menjadi router yang handal. Dengan Mikrotik, kita bisa mengatur jaringan dengan lebih mudah dan efisien.

Fungsi Mikrotik


Mikrotik punya banyak fungsi yang bikin hidup kita sebagai pengelola jaringan jadi lebih mudah, antara lain:

  1. Routing: Mikrotik bisa mengatur lalu lintas data antara berbagai jaringan, baik itu lokal maupun internet.
  2. Firewall: Dengan Mikrotik, kita bisa mengamankan jaringan dari ancaman luar dengan fitur firewall yang canggih.
  3. Manajemen Bandwidth: Kita bisa mengatur dan membatasi bandwidth untuk pengguna atau aplikasi tertentu, jadi tidak ada yang boros kuota.
  4. VPN (Virtual Private Network): Mikrotik mendukung pembuatan VPN, yang bikin koneksi antar jaringan jadi lebih aman.
  5. Hotspot: Mau bikin hotspot Wi-Fi? Mikrotik bisa membantu kita membuat hotspot dengan sistem autentikasi yang mudah.

Manfaat Mikrotik


Menggunakan Mikrotik dalam jaringan itu banyak manfaatnya, lho! Beberapa di antaranya:

  • Biaya Efektif: Mikrotik menawarkan solusi jaringan yang terjangkau dibandingkan dengan perangkat dari vendor lain.
  • Fleksibilitas: Mikrotik bisa disesuaikan dengan berbagai kebutuhan jaringan, dari yang kecil sampai yang besar.
  • Kemudahan Penggunaan: Meskipun banyak fitur canggih, Mikrotik tetap mudah digunakan, bahkan untuk yang baru belajar.
  • Dukungan Komunitas: Mikrotik punya komunitas pengguna yang besar, jadi kita bisa dengan mudah menemukan dukungan dan sumber daya.

Tujuan Mikrotik


Tujuan utama kita menggunakan Mikrotik dalam jaringan adalah untuk:

  • Meningkatkan Kinerja Jaringan: Dengan pengaturan yang tepat, Mikrotik bisa membantu meningkatkan kecepatan dan efisiensi jaringan.
  • Mengamankan Jaringan: Mikrotik dirancang untuk memberikan perlindungan terhadap ancaman keamanan, jadi kita bisa tenang saat menggunakan jaringan.
  • Mengelola Sumber Daya Jaringan: Mikrotik memungkinkan kita untuk memantau dan mengelola penggunaan bandwidth dan sumber daya lainnya.

Jenis-Jenis Perangkat Mikrotik


Mikrotik menawarkan berbagai jenis perangkat keras yang bisa kita gunakan dalam jaringan, antara lain:
  1. Router: Perangkat yang menghubungkan berbagai jaringan dan mengatur lalu lintas data. Contoh: Mikrotik hEX, Mikrotik RB4011.
  2. Switch: Perangkat yang menghubungkan beberapa perangkat dalam satu jaringan lokal. Contoh: Mikrotik CRS Series.
  3. Access Point: Perangkat yang menyediakan koneksi Wi-Fi. Contoh: Mikrotik cAP.
  4. Wireless Router: Router yang dilengkapi dengan kemampuan Wi-Fi untuk menghubungkan perangkat secara nirkabel. Contoh: Mikrotik RB951Ui-2HnD.
  5. Sistem Operasi RouterOS: Sistem operasi yang digunakan pada perangkat Mikrotik untuk mengelola dan mengkonfigurasi jaringan.


Kesimpulan


Mikrotik adalah solusi yang sangat efektif untuk pengelolaan jaringan. Dengan berbagai fungsi dan manfaat yang ditawarkan, Mikrotik bisa disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Jadi, jika kamu seorang pengelola jaringan atau ingin belajar lebih dalam tentang teknologi jaringan, Mikrotik adalah pilihan yang tepat untuk dipelajari.

Dengan memahami pengertian, fungsi, manfaat, tujuan, dan jenis-jenis perangkat Mikrotik, kamu bisa memanfaatkan teknologi ini untuk membangun dan mengelola jaringan yang lebih baik. Selamat belajar dan semoga sukses!

Mengintegrasikan AWS CloudFront untuk Meningkatkan Kinerja Aplikasi Kamu

5:16 AM Add Comment

Hey, teman-teman! Siapa di sini yang pengen aplikasi kalian super cepat dan responsif? Di zaman serba digital ini, kecepatan itu penting banget, apalagi buat memberikan pengalaman yang oke buat pengguna. Nah, salah satu cara untuk bikin aplikasi kamu ngebut adalah dengan menggunakan CDN (Content Delivery Network). Di sini, kita bakal bahas tentang AWS CloudFront, layanan CDN dari Amazon yang bisa bikin aplikasi kamu makin kece!


Apa Sih AWS CloudFront Itu?

Jadi, AWS CloudFront itu kayak superhero yang siap mengantarkan konten kamu ke pengguna dengan cepat dan aman. Dia punya banyak lokasi edge di seluruh dunia, jadi konten kamu bisa diakses dari tempat terdekat dengan pengguna. Bayangkan, pengguna di Jakarta bisa dapet konten dari server yang ada di Jakarta juga, bukan dari server yang jauh di luar negeri. Keren, kan?


Kenapa Harus Pakai AWS CloudFront?

  1. Loading Cepat: Dengan CloudFront, konten kamu bisa dimuat lebih cepat. Pengguna nggak perlu nunggu lama, dan itu bikin mereka betah!
  2. Siap Hadapi Lonjakan Pengguna: Lagi ada promo atau event besar? Tenang, CloudFront bisa menangani lonjakan traffic tanpa bikin aplikasi kamu down.
  3. Keamanan Terjamin: CloudFront dilengkapi dengan fitur keamanan canggih, jadi aplikasi kamu aman dari serangan jahat. Nggak mau kan, aplikasi kamu jadi sasaran hacker?
  4. Hemat Biaya: Dengan mengurangi beban di server utama, kamu bisa menghemat biaya bandwidth. Lebih banyak uang untuk hal-hal seru lainnya!
  5. Mudah Diintegrasikan: CloudFront gampang banget dihubungkan dengan layanan AWS lainnya, kayak S3, EC2, dan Lambda. Jadi, kamu bisa bikin solusi yang komprehensif.


Gimana Cara Integrasi AWS CloudFront?


  1. Buat Distribusi CloudFront:
    • Masuk ke AWS Management Console dan cari CloudFront.
    • Klik "Create Distribution" dan pilih jenis distribusi yang kamu butuhkan (Web atau RTMP).
    • Tentukan sumber konten, bisa dari bucket S3 atau server EC2.
  2. Atur Pengaturan Distribusi:
    • Sesuaikan pengaturan cache, termasuk berapa lama konten bisa disimpan.
    • Pilih protokol yang kamu mau (HTTP/HTTPS) dan atur pengaturan keamanan seperti SSL.
  3. Tentukan Pengaturan Caching:
    • Sesuaikan pengaturan caching untuk konten statis (kayak gambar) dan dinamis (kayak data pengguna). Konten statis bisa disimpan lebih lama, sedangkan konten dinamis lebih cepat kedaluwarsanya.
  4. Uji Distribusi:
    • Setelah distribusi siap, CloudFront bakal kasih kamu URL. Coba akses URL itu dan lihat seberapa cepat kontennya muncul!
  5. Pantau Kinerja:
    • Gunakan AWS CloudWatch untuk memantau kinerja distribusi CloudFront. Cek metrik kayak latensi dan penggunaan bandwidth untuk tahu apakah semuanya berjalan lancar.


Kesimpulan

Jadi, guys, mengintegrasikan AWS CloudFront ke dalam aplikasi kamu itu langkah yang cerdas untuk bikin performa aplikasi makin ngebut. Dengan pengiriman konten yang cepat, keamanan yang terjamin, dan kemampuan untuk menangani lonjakan traffic, CloudFront bisa jadi sahabat terbaik aplikasi kamu.

Kalau kamu pengen aplikasi kamu jadi lebih kece dan responsif, jangan ragu untuk coba AWS CloudFront. Dengan langkah-langkah yang gampang, kamu bisa memanfaatkan semua kelebihan dari layanan ini. Selamat mencoba, dan semoga aplikasi kamu makin sukses!


AWS untuk Big Data: Memanfaatkan EMR dan Kinesis untuk Analisis Data Besar

2:45 AM Add Comment

Halo, Sobat Data! Di era digital saat ini, data adalah salah satu aset terpenting bagi bisnis. Dengan volume data yang terus meningkat, perusahaan perlu alat yang tepat untuk menganalisis dan mendapatkan wawasan dari data besar. Di sinilah AWS (Amazon Web Services) hadir dengan solusi yang powerful: EMR (Elastic MapReduce) dan Kinesis. Yuk, kita bahas bagaimana kedua layanan ini dapat membantu dalam analisis data besar!


Apa Itu AWS EMR?


AWS EMR adalah layanan yang memungkinkan kamu untuk memproses dan menganalisis data besar menggunakan framework open-source seperti Apache Hadoop, Apache Spark, dan Apache HBase. Dengan EMR, kamu bisa dengan mudah mengelola cluster untuk memproses data dalam skala besar tanpa perlu khawatir tentang infrastruktur.


Apa Itu AWS Kinesis?


AWS Kinesis adalah layanan yang dirancang untuk memproses dan menganalisis data streaming secara real-time. Dengan Kinesis, kamu bisa mengumpulkan, memproses, dan menganalisis data yang dihasilkan dari berbagai sumber, seperti aplikasi web, perangkat IoT, dan log server.


Mengapa Memilih EMR dan Kinesis?

  1. Skalabilitas: Baik EMR maupun Kinesis dirancang untuk menangani volume data yang besar. Kamu bisa menambah atau mengurangi kapasitas sesuai kebutuhan.
  2. Biaya Efektif: Dengan model bayar sesuai penggunaan, kamu hanya membayar untuk sumber daya yang kamu gunakan. Ini sangat membantu dalam mengelola anggaran.
  3. Integrasi yang Mudah: EMR dan Kinesis terintegrasi dengan layanan AWS lainnya, seperti S3 untuk penyimpanan data, sehingga memudahkan alur kerja analisis data.


Langkah-langkah Memanfaatkan EMR dan Kinesis


1. Mengumpulkan Data dengan Kinesis

   - Pertama, kamu perlu mengumpulkan data dari berbagai sumber menggunakan Kinesis. Buat stream Kinesis dan kirim data ke stream tersebut. Misalnya, kamu bisa mengumpulkan data dari aplikasi web atau sensor IoT.

Contoh kode untuk mengirim data ke Kinesis:

     python

     import boto3

     import json


     kinesis_client = boto3.client('kinesis')

     data = {'message': 'Hello, Kinesis!'}

     kinesis_client.put_record(StreamName='my-stream', Data=json.dumps(data), PartitionKey='partitionkey')



2. Memproses Data dengan EMR

Setelah data terkumpul, kamu bisa memprosesnya menggunakan EMR. Buat cluster EMR dan pilih framework yang ingin digunakan (misalnya, Apache Spark).

Unggah skrip pemrosesan data ke S3 dan jalankan skrip tersebut di cluster EMR. Contoh skrip Spark untuk memproses data:

     python

     from pyspark.sql import SparkSession

     spark = SparkSession.builder.appName("DataProcessing").getOrCreate()

     df = spark.read.json("s3://my-bucket/my-data.json")

     df.show()

     

3. Menganalisis dan Menyimpan Hasil

Setelah data diproses, kamu bisa menganalisis hasilnya dan menyimpannya kembali ke S3 atau ke database seperti Amazon Redshift untuk analisis lebih lanjut.

Gunakan alat visualisasi seperti Amazon QuickSight untuk membuat dashboard dari hasil analisis.


4. Monitoring dan Optimasi

Pantau performa cluster EMR dan stream Kinesis menggunakan AWS CloudWatch. Lakukan optimasi jika diperlukan untuk memastikan proses berjalan efisien.


Kesimpulan

Dengan memanfaatkan AWS EMR dan Kinesis, kamu bisa melakukan analisis data besar dengan lebih mudah dan efisien. Kedua layanan ini memberikan fleksibilitas dan skalabilitas yang dibutuhkan untuk menangani volume data yang terus berkembang. Jadi, siap untuk menjelajahi dunia big data dengan AWS? Selamat mencoba!

Jika ada pertanyaan atau ingin berbagi pengalaman, jangan ragu untuk meninggalkan komentar di bawah. Sampai jumpa di artikel selanjutnya!


Perkembangan Teknologi 6G: Menyongsong Era Konektifitas Super Cepat Masa Depan

12:46 AM Add Comment

Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah menyaksikan evolusi luar biasa dalam teknologi komunikasi, terutama dengan hadirnya 5G. Namun, para ahli dan peneliti kini sudah mulai memikirkan generasi berikutnya, yaitu 6G. Apa sih 6G itu, dan mengapa kita harus peduli? Yuk, kita bahas!


Apa Itu 6G?


6G adalah generasi keenam dari teknologi jaringan seluler yang diharapkan akan menggantikan 5G. Meskipun saat ini 5G masih dalam tahap pengembangan dan implementasi, 6G diprediksi akan mulai diperkenalkan sekitar tahun 2030. Teknologi ini diharapkan dapat menawarkan kecepatan data yang jauh lebih tinggi, latensi yang lebih rendah, dan kapasitas jaringan yang lebih besar.


Keunggulan 6G


  1. Kecepatan Super Tinggi: Salah satu janji utama dari 6G adalah kecepatan data yang bisa mencapai 100 Gbps hingga 1 Tbps. Ini akan memungkinkan pengunduhan film dalam hitungan detik dan streaming video berkualitas tinggi tanpa buffering.
  2. Latensi Rendah: Dengan latensi yang sangat rendah, 6G akan memungkinkan aplikasi real-time seperti augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) untuk berfungsi dengan lebih baik, memberikan pengalaman yang lebih imersif.
  3. Konektivitas yang Lebih Baik: 6G diharapkan dapat menghubungkan lebih banyak perangkat secara bersamaan, mendukung Internet of Things (IoT) yang semakin berkembang. Ini berarti lebih banyak perangkat pintar di rumah, kota, dan industri.
  4. Inovasi dalam Aplikasi: Dengan kemampuan yang lebih tinggi, 6G akan membuka pintu untuk aplikasi baru yang belum pernah kita bayangkan sebelumnya, seperti kendaraan otonom yang lebih canggih, telemedicine, dan smart cities.


Tantangan dalam Pengembangan 6G


Meskipun potensi 6G sangat menjanjikan, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi:

  • Infrastruktur: Membangun infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung 6G akan memerlukan investasi besar dan waktu yang tidak sedikit.
  • Regulasi: Pengaturan frekuensi dan kebijakan yang mendukung pengembangan 6G juga perlu dipertimbangkan agar teknologi ini dapat diimplementasikan secara efektif.
  • Keamanan: Dengan meningkatnya konektivitas, masalah keamanan siber juga akan menjadi perhatian utama. Perlindungan data dan privasi pengguna harus menjadi prioritas.


Kesimpulan

Perkembangan teknologi 6G adalah langkah selanjutnya dalam evolusi komunikasi yang akan membawa kita ke era konektivitas super cepat. Meskipun masih banyak yang harus dilakukan sebelum 6G menjadi kenyataan, potensi yang ditawarkannya sangat menarik. Dengan kecepatan yang lebih tinggi, latensi yang lebih rendah, dan konektivitas yang lebih baik, 6G bisa menjadi fondasi bagi inovasi yang akan mengubah cara kita hidup dan bekerja.


Ini Dia Cara Mengelola Biaya Cloud: Strategi Penggunaan AWS Cost Explorer

8:59 PM Add Comment

Siapa di sini yang sudah merasakan betapa pentingnya mengelola biaya cloud? Dengan semakin banyaknya layanan yang ditawarkan oleh AWS, kadang kita bisa terjebak dalam biaya yang membengkak tanpa kita sadari. Nah, kali ini kita bakal bahas tentang AWS Cost Explorer, alat yang super berguna untuk membantu kamu mengelola dan memantau biaya cloud kamu. Yuk, kita simak!


Apa Itu AWS Cost Explorer?

AWS Cost Explorer adalah alat yang memungkinkan kamu untuk melihat dan menganalisis pengeluaran AWS kamu dengan cara yang mudah dan intuitif. Dengan Cost Explorer, kamu bisa mendapatkan wawasan mendalam tentang bagaimana dan di mana kamu menghabiskan uang di AWS. Jadi, kamu bisa mengambil keputusan yang lebih baik untuk mengelola anggaran cloud kamu.


Kenapa Harus Menggunakan Cost Explorer?

  1. Visualisasi Biaya: Cost Explorer memberikan grafik dan visualisasi yang jelas tentang pengeluaran kamu. Jadi, kamu bisa dengan mudah melihat tren dan pola pengeluaran dari waktu ke waktu.
  2. Analisis Mendalam: Kamu bisa menggali lebih dalam untuk melihat biaya berdasarkan layanan, tag, atau akun. Ini membantu kamu memahami di mana uang kamu benar-benar digunakan.
  3. Perencanaan Anggaran: Dengan data yang kamu dapatkan, kamu bisa merencanakan anggaran yang lebih baik untuk bulan-bulan mendatang. Kamu bisa menghindari kejutan biaya di akhir bulan!
  4. Identifikasi Pemborosan: Cost Explorer membantu kamu menemukan layanan yang mungkin tidak lagi kamu gunakan atau yang bisa dioptimalkan. Dengan begitu, kamu bisa mengurangi biaya yang tidak perlu.


Cara Menggunakan AWS Cost Explorer

Berikut adalah langkah-langkah untuk mulai menggunakan AWS Cost Explorer:

  1. Akses AWS Cost Explorer: Masuk ke AWS Management Console, lalu cari dan pilih "Cost Explorer" di bagian Billing.
  2. Pilih Rentang Waktu: Setelah masuk, kamu bisa memilih rentang waktu yang ingin kamu analisis. Misalnya, kamu bisa melihat biaya untuk bulan lalu atau bahkan tahun lalu.
  3. Lihat Grafik dan Tren: Di dashboard, kamu akan melihat grafik yang menunjukkan pengeluaran kamu. Perhatikan tren bulanan dan tahunan untuk memahami pola pengeluaran kamu.
  4. Filter dan Grouping: Gunakan fitur filter untuk melihat biaya berdasarkan layanan, akun, atau tag. Ini sangat berguna untuk melihat pengeluaran di proyek tertentu atau tim tertentu.
  5. Analisis Detail: Klik pada grafik untuk mendapatkan analisis yang lebih mendalam. Kamu bisa melihat rincian biaya dan menemukan layanan yang mungkin tidak lagi kamu butuhkan.
  6. Buat Anggaran: Setelah mendapatkan wawasan dari Cost Explorer, kamu bisa membuat anggaran untuk bulan-bulan mendatang. AWS juga memungkinkan kamu untuk mengatur alarm biaya agar kamu bisa mendapatkan notifikasi jika pengeluaran mendekati batas anggaran yang telah ditentukan.


Tips untuk Mengelola Biaya Cloud dengan Efektif

  • Gunakan Tagging: Pastikan untuk menggunakan tagging pada sumber daya AWS kamu. Ini akan memudahkan kamu dalam melacak biaya berdasarkan proyek, tim, atau departemen.
  • Optimalkan Sumber Daya: Selalu tinjau penggunaan sumber daya kamu. Jika ada instance EC2 yang tidak terpakai atau over-provisioned, pertimbangkan untuk mengurangi ukuran atau mematikannya.
  • Manfaatkan Reserved Instances: Jika kamu tahu bahwa kamu akan menggunakan layanan tertentu dalam jangka panjang, pertimbangkan untuk membeli Reserved Instances. Ini bisa menghemat biaya secara signifikan.
  • Pantau Secara Berkala: Jangan hanya mengandalkan laporan bulanan. Pantau biaya kamu secara berkala agar kamu bisa segera mengambil tindakan jika ada pengeluaran yang tidak terduga.


Kesimpulan

Mengelola biaya cloud bukanlah hal yang mudah, tetapi dengan AWS Cost Explorer, kamu bisa mendapatkan wawasan yang jelas dan mendalam tentang pengeluaran kamu. Dengan strategi yang tepat, kamu bisa mengoptimalkan biaya dan memastikan bahwa investasi cloud kamu memberikan nilai yang maksimal.

Jadi, siap untuk mengelola biaya cloud kamu dengan lebih baik? Jangan ragu untuk mencoba AWS Cost Explorer dan lihat bagaimana alat ini bisa membantu kamu! Kalau ada pertanyaan atau tips lain seputar pengelolaan biaya cloud, share di kolom komentar, ya!


DevOps di Era Cloud: Menggunakan AWS untuk CI/CD yang Efisien

8:22 PM Add Comment

Kali ini kita bakal bahas topik yang lagi hot banget di dunia teknologi, yaitu DevOps di era cloud! Dengan semakin banyaknya perusahaan yang beralih ke cloud, penting banget untuk tahu bagaimana cara memanfaatkan AWS untuk Continuous Integration dan Continuous Deployment (CI/CD) yang efisien. Yuk, kita simak bareng-bareng!


Apa Itu DevOps?

Sebelum kita masuk ke AWS, mari kita bahas sedikit tentang DevOps. DevOps adalah budaya dan praktik yang menggabungkan pengembangan perangkat lunak (Dev) dan operasi TI (Ops). Tujuannya? Meningkatkan kolaborasi, mempercepat pengiriman produk, dan meningkatkan kualitas perangkat lunak. Dengan DevOps, tim bisa bekerja lebih cepat dan lebih efisien. Keren, kan?


Kenapa CI/CD Itu Penting?

CI/CD adalah praktik yang memungkinkan tim untuk mengintegrasikan kode secara terus-menerus (CI) dan mendeliver aplikasi secara otomatis (CD). Dengan CI/CD, kamu bisa:

  • Mengurangi Risiko: Dengan pengujian otomatis, kamu bisa mendeteksi bug lebih awal sebelum aplikasi dirilis.
  • Meningkatkan Kecepatan: Proses otomatisasi mempercepat pengiriman fitur baru ke pengguna.
  • Meningkatkan Kualitas: Dengan pengujian yang konsisten, kualitas perangkat lunak kamu jadi lebih terjaga.


Menggunakan AWS untuk CI/CD

AWS punya banyak layanan yang bisa membantu kamu menerapkan CI/CD dengan mudah. Berikut adalah beberapa layanan yang bisa kamu manfaatkan:

  1. AWS CodeCommit: Ini adalah layanan repositori Git yang dikelola oleh AWS. Kamu bisa menyimpan kode sumber di sini dan berkolaborasi dengan tim tanpa khawatir tentang infrastruktur.
  2. AWS CodeBuild: Layanan ini memungkinkan kamu untuk membangun dan menguji kode secara otomatis. CodeBuild bisa mengkompilasi kode, menjalankan pengujian, dan menghasilkan artefak yang siap untuk dideploy
  3. AWS CodeDeploy: Setelah kode kamu dibangun dan diuji, saatnya untuk mendistribusikannya! CodeDeploy membantu kamu mendistribusikan aplikasi ke server atau instance EC2 dengan mudah, tanpa downtime.
  4. AWS CodePipeline: Ini adalah layanan yang mengotomatiskan seluruh proses CI/CD kamu. Dengan CodePipeline, kamu bisa menghubungkan CodeCommit, CodeBuild, dan CodeDeploy dalam satu alur kerja yang mulus. Setiap kali ada perubahan di repositori, pipeline akan berjalan otomatis!
  5. AWS CloudFormation: Untuk mengelola infrastruktur sebagai kode, CloudFormation memungkinkan kamu untuk mendefinisikan dan menyediakan sumber daya AWS dengan template. Jadi, kamu bisa mengatur lingkungan pengembangan, pengujian, dan produksi dengan konsisten.


Cara Menerapkan CI/CD di AWS



  1. Buat Repositori di CodeCommit: Mulailah dengan membuat repositori di AWS CodeCommit untuk menyimpan kode sumber kamu.
  2. Siapkan Build dengan CodeBuild: Buat proyek di CodeBuild untuk mengkompilasi dan menguji kode kamu. Pastikan untuk menambahkan skrip pengujian agar setiap build teruji dengan baik.
  3. Atur Deployment dengan CodeDeploy: Konfigurasikan CodeDeploy untuk mendistribusikan aplikasi kamu ke instance EC2 atau layanan lain yang kamu gunakan.
  4. Buat Pipeline di CodePipeline: Gabungkan semua langkah di atas dalam satu pipeline di CodePipeline. Setiap kali ada perubahan di repositori, pipeline akan otomatis berjalan dan mengupdate aplikasi kamu.
  5. Monitoring dan Feedback: Gunakan AWS CloudWatch untuk memantau kinerja aplikasi kamu setelah deployment. Dapatkan feedback dari pengguna dan terus tingkatkan aplikasi kamu!


Kesimpulan

DevOps di era cloud adalah kunci untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pengembangan perangkat lunak. Dengan memanfaatkan layanan AWS untuk CI/CD, kamu bisa mempercepat proses pengembangan dan mendeliver fitur baru dengan lebih cepat dan aman.

Jadi, buat kamu yang pengen mengoptimalkan proses pengembangan, jangan ragu untuk mencoba AWS! Gimana, Sobat Tech? Sudah siap untuk menerapkan CI/CD di proyek kamu? Kalau ada pertanyaan atau pengalaman seru seputar DevOps dan AWS, share di kolom komentar, ya!


AWS EC2 vs. Lambda: Mana yang lebih baik?

6:36 PM Add Comment

Kali ini kita bakal bahas dua layanan komputasi dari Amazon Web Services (AWS) yang super populer: EC2 dan Lambda. Keduanya punya kelebihan masing-masing, tapi mana yang lebih cocok buat bisnis kamu? Yuk, kita bahas bareng-bareng!


Apa Itu Amazon EC2?


Jadi, EC2 (Elastic Compute Cloud) itu ibaratnya server virtual yang bisa kamu sewa di cloud. Bayangkan kamu bisa punya server sendiri tanpa harus ribet ngurusin hardware-nya. Dengan EC2, kamu bisa menjalankan aplikasi, hosting website, atau apa pun yang butuh komputasi. Kamu bisa pilih jenis instance, sistem operasi, dan semua yang kamu butuhin. Keren, kan?


Apa Itu AWS Lambda?


Nah, kalau Lambda itu layanan komputasi tanpa server (serverless) yang bikin hidup kamu lebih gampang. Kamu cuma perlu nulis kode, upload ke AWS, dan voila! Kode kamu siap dijalankan tanpa perlu pusing mikirin server. AWS yang ngurusin semua infrastruktur, jadi kamu bisa fokus ke pengembangan aplikasi. Simple banget!


EC2 vs. Lambda: Mana yang Lebih Baik?


1. Model Pembayaran

  • EC2: Kamu bayar berdasarkan waktu penggunaan instance. Jadi, meskipun kamu nggak pakai, tetap aja bayar. Harus pintar-pintar ngatur kapasitas, nih!
  • Lambda: Kamu bayar sesuai dengan jumlah permintaan dan berapa lama kode kamu dijalankan. Jadi, makin sedikit kamu pakai, makin hemat deh!


2. Pengelolaan Infrastruktur

  • EC2: Kamu yang pegang kendali penuh. Tapi, siap-siap deh ngurusin update, patch keamanan, dan semua yang berhubungan dengan server.
  • Lambda: AWS yang urus semuanya. Kamu tinggal fokus bikin aplikasi tanpa pusing mikirin server. Enak, kan?


3. Skalabilitas

  • EC2: Bisa diskalakan, tapi kamu harus atur Auto Scaling sendiri. Agak ribet, ya?
  • Lambda: Otomatis skalanya! Jadi, kalau ada lonjakan traffic, Lambda siap-siap aja tanpa kamu harus ngapa-ngapain.


4. Waktu Respons

  • EC2: Kadang butuh waktu untuk meluncurkan instance baru. Jadi, kalau butuh cepat, bisa jadi masalah.
  • Lambda: Eksekusi kode dalam hitungan milidetik. Cepat banget!


5. Kesesuaian untuk Beban Kerja

  • EC2: Cocok buat aplikasi yang butuh kontrol penuh, kayak website kompleks atau database.
  • Lambda: Pas banget buat aplikasi berbasis peristiwa, kayak pemrosesan data atau pengolahan gambar.


Kapan Harus Pakai EC2?

  • Kalau kamu butuh kontrol penuh atas server.
  • Kalau beban kerja kamu stabil dan bisa diprediksi.
  • Kalau ada software khusus yang nggak bisa jalan di Lambda.


Kapan Harus Pakai Lambda?

  • Kalau kamu pengen fokus ke pengembangan tanpa ribet ngurusin server.
  • Kalau beban kerja kamu nggak teratur atau berbasis peristiwa.
  • Kalau mau hemat biaya dengan model pembayaran berdasarkan penggunaan.


Kesimpulan


Jadi, baik AWS EC2 maupun AWS Lambda punya kelebihan masing-masing. Pilihan tergantung kebutuhan bisnis kamu. Kalau butuh kontrol penuh dan beban kerja stabil, EC2 bisa jadi pilihan. Tapi, kalau mau yang lebih praktis dan hemat, Lambda adalah solusi yang tepat.

Sampai jumpa di artikel selanjutnya! 🚀


EC2 di AWS: Memahami Layanan Komputasi yang Fleksibel

6:19 PM Add Comment



Amazon Web Services (AWS) adalah salah satu penyedia layanan cloud terkemuka di dunia, dan salah satu layanan paling populer yang ditawarkannya adalah Amazon EC2 (Elastic Compute Cloud). Dalam artikel ini, kita akan membahas apa itu EC2, bagaimana cara kerjanya, serta manfaat yang ditawarkannya.


Apa Itu Amazon EC2?

Amazon EC2 adalah layanan komputasi yang memungkinkan pengguna untuk menyewa server virtual di cloud. Dengan EC2, kalian dapat menjalankan aplikasi, meng-host situs web, dan melakukan berbagai tugas komputasi tanpa perlu mengelola infrastruktur fisik. EC2 memberikan fleksibilitas untuk memilih jenis instance, sistem operasi, dan konfigurasi yang sesuai dengan kebutuhan kalian.


Fitur Utama Amazon EC2


  1. Skalabilitas: EC2 memungkinkan kalian untuk menyesuaikan kapasitas komputasi sesuai kebutuhan. Kalian dapat menambah atau mengurangi jumlah instance dengan mudah, baik secara manual maupun otomatis menggunakan Auto Scaling.
  2. Beragam Jenis Instance: AWS menawarkan berbagai jenis instance yang dioptimalkan untuk berbagai beban kerja, seperti instance untuk komputasi, memori, penyimpanan, dan GPU. Ini memungkinkan kalian untuk memilih instance yang paling sesuai dengan aplikasi kalian.
  3. Pembayaran Berdasarkan Penggunaan: Dengan model pembayaran berdasarkan penggunaan, kalian hanya membayar untuk sumber daya yang kalian gunakan. Ini membantu mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi.
  4. Keamanan: EC2 dilengkapi dengan berbagai fitur keamanan, termasuk Virtual Private Cloud (VPC), grup keamanan, dan enkripsi data. Kalian dapat mengontrol akses ke instance dan data kalian dengan mudah.
  5. Integrasi dengan Layanan AWS Lainnya: EC2 terintegrasi dengan banyak layanan AWS lainnya, seperti Amazon S3, Amazon RDS, dan AWS Lambda, memungkinkan kalian untuk membangun aplikasi yang lebih kompleks dan terintegrasi.


Manfaat Menggunakan Amazon EC2


  1. Fleksibilitas: EC2 memberikan fleksibilitas untuk menjalankan berbagai jenis aplikasi, mulai dari aplikasi web sederhana hingga aplikasi enterprise yang kompleks.
  2. Waktu Peluncuran yang Cepat: Kalian dapat meluncurkan instance dalam hitungan menit, memungkinkan kalian untuk mengembangkan dan menguji aplikasi dengan cepat.
  3. Pengelolaan yang Mudah: AWS Management Console dan AWS CLI (Command Line Interface) memudahkan kalian untuk mengelola instance EC2, termasuk memantau kinerja dan mengatur konfigurasi.
  4. Dukungan untuk Berbagai Sistem Operasi: EC2 mendukung berbagai sistem operasi, termasuk Linux, Windows, dan macOS, sehingga kalian dapat menjalankan aplikasi sesuai preferensi.
  5. Kemampuan untuk Mengelola Beban Kerja yang Dinamis: Dengan Auto Scaling, kalian dapat secara otomatis menyesuaikan jumlah instance berdasarkan permintaan, memastikan aplikasi tetap responsif dan efisien.


Cara Memulai dengan Amazon EC2


Berikut adalah langkah-langkah untuk memulai dengan Amazon EC2:

  1. Buat Akun AWS: Jika kalian belum memiliki akun AWS, kunjungi AWS Management Console dan daftar untuk membuat akun.
  2. Masuk ke AWS Management Console: Setelah akun kalian aktif, masuk ke AWS Management Console.
  3. Akses Layanan EC2: Cari "EC2" di bilah pencarian atau temukan di bagian "Compute". Klik pada "EC2" untuk membuka layanan.
  4. Luncurkan Instance Baru:
    • Klik tombol "Launch Instance".
    • Pilih Amazon Machine Image (AMI) yang sesuai dengan kebutuhan kalian (misalnya, Ubuntu, Windows, dll.).
    • Pilih jenis instance yang diinginkan (misalnya, t2.micro untuk penggunaan ringan).
    • Konfigurasi pengaturan jaringan dan penyimpanan sesuai kebutuhan.
    • Atur grup keamanan untuk mengontrol akses ke instance.
    • Klik "Launch" untuk meluncurkan instance.
  5. Akses Instance: Setelah instance diluncurkan, kalian dapat mengaksesnya menggunakan SSH (untuk Linux) atau Remote Desktop (untuk Windows).


Kesimpulan

Amazon EC2 adalah layanan komputasi yang sangat fleksibel dan kuat, memungkinkan kalian untuk menjalankan aplikasi dan mengelola beban kerja dengan mudah. Dengan berbagai fitur dan manfaat yang ditawarkannya, EC2 menjadi pilihan yang populer bagi pengembang dan perusahaan yang ingin memanfaatkan kekuatan cloud computing. Jika kalian memiliki pertanyaan atau ingin berbagi pengalaman menggunakan EC2, jangan ragu untuk meninggalkan komentar di bawah!

Semoga artikel ini bermanfaat dan membantu kalian memahami lebih dalam tentang Amazon EC2. Selamat mencoba!


Apa itu S3 pada AWS: Ini dia manfaat dan cara menggunakannya

6:11 PM Add Comment

Halo, teman-teman! Jika kalian sedang mencari solusi penyimpanan data yang aman dan scalable, Amazon S3 (Simple Storage Service) adalah pilihan yang tepat. Dengan S3, kalian bisa menyimpan dan mengambil data dari mana saja di internet. Di artikel ini, kita akan membahas langkah-langkah untuk melakukan setup AWS S3 serta manfaat yang ditawarkannya. Yuk, simak!


Apa Itu Amazon S3?


Amazon S3 adalah layanan penyimpanan objek yang memungkinkan pengguna untuk menyimpan dan mengambil data dalam jumlah besar. S3 dirancang untuk memberikan durabilitas, ketersediaan, dan keamanan yang tinggi. Cocok untuk menyimpan file, gambar, video, dan data lainnya.


Manfaat AWS S3


Sebelum kita masuk ke langkah-langkah setup, berikut adalah beberapa manfaat menggunakan AWS S3:

  1. Skalabilitas: S3 dapat menangani jumlah data yang sangat besar tanpa batasan. Kalian dapat menyimpan dari megabyte hingga petabyte data dengan mudah.
  2. Durabilitas Tinggi: Amazon S3 menawarkan tingkat durabilitas 99.999999999% (11 9's), yang berarti data kalian sangat aman dan tidak akan hilang.
  3. Akses Global: Dengan S3, kalian dapat mengakses data dari mana saja di dunia, selama terhubung ke internet.
  4. Keamanan: S3 menyediakan berbagai fitur keamanan, termasuk enkripsi data saat transit dan saat disimpan, serta kontrol akses yang dapat disesuaikan.
  5. Integrasi dengan Layanan AWS Lainnya: S3 terintegrasi dengan banyak layanan AWS lainnya, seperti AWS Lambda, Amazon CloudFront, dan Amazon RDS, memungkinkan kalian untuk membangun aplikasi yang lebih kompleks.
  6. Biaya Efisien: Dengan model pembayaran berdasarkan penggunaan, kalian hanya membayar untuk apa yang kalian gunakan, sehingga lebih hemat biaya.
  7. Pengelolaan Data yang Mudah: S3 menyediakan fitur seperti versioning, lifecycle policies, dan tagging untuk membantu kalian mengelola data dengan lebih efisien.


Langkah-Langkah Setup AWS S3


Berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan setup AWS S3:


1. Buat Akun AWS

Jika kalian belum memiliki akun AWS, langkah pertama adalah mendaftar. Kunjungi AWS Management Console dan klik "Create an AWS Account". Ikuti petunjuk untuk menyelesaikan pendaftaran.


2. Masuk ke AWS Management Console

Setelah akun kalian aktif, masuk ke AWS Management Console dengan menggunakan email dan password yang telah didaftarkan.


3. Akses Layanan S3

Setelah masuk, cari "S3" di bilah pencarian atau temukan di bagian "Storage". Klik pada "S3" untuk membuka layanan.


4. Buat Bucket

Bucket adalah wadah untuk menyimpan objek di S3. Berikut cara membuat bucket:

  • Klik tombol "Create bucket".
  • Masukkan nama bucket yang unik (nama bucket harus global dan tidak boleh ada yang sama di seluruh AWS).
  • Pilih region tempat bucket akan disimpan. Pilih lokasi yang dekat dengan pengguna untuk mengurangi latensi.
  • Konfigurasi pengaturan lainnya sesuai kebutuhan, seperti pengaturan versi, logging, dan pengaturan akses.
  • Klik "Create bucket" untuk menyelesaikan proses.


5. Unggah File ke Bucket

Setelah bucket dibuat, saatnya mengunggah file:

  • Klik pada nama bucket yang baru saja dibuat.
  • Klik tombol "Upload".
  • Seret dan lepas file yang ingin diunggah atau klik "Add files" untuk memilih file dari komputer.
  • Setelah memilih file, klik "Upload" untuk memulai proses unggah.


6. Atur Izin Akses

Secara default, bucket dan objek di S3 bersifat privat. Jika kalian ingin mengubah izin akses, lakukan langkah berikut:

  • Klik pada nama bucket.
  • Pilih tab "Permissions".
  • Di bagian "Block public access", kalian bisa mengatur izin publik sesuai kebutuhan.
  • Untuk memberikan akses kepada pengguna tertentu, kalian bisa menggunakan AWS IAM (Identity and Access Management) untuk mengatur kebijakan akses.


7. Akses File

Setelah file diunggah, kalian bisa mengaksesnya dengan menggunakan URL yang dihasilkan oleh S3. Klik pada file yang diunggah, dan kalian akan melihat URL di bagian "Object URL". Kalian bisa membagikan URL ini kepada orang lain jika izin akses sudah diatur.


Tips dan Trik

  • Pengaturan Versi: Aktifkan pengaturan versi untuk melacak perubahan pada file yang diunggah. Ini sangat berguna jika kalian perlu mengembalikan versi sebelumnya.
  • Lifecycle Policies: Gunakan kebijakan siklus hidup untuk mengelola penyimpanan secara otomatis, seperti memindahkan file yang jarang diakses ke penyimpanan yang lebih murah.
  • Enkripsi: Pertimbangkan untuk mengaktifkan enkripsi untuk melindungi data sensitif yang disimpan di S3.


Kesimpulan

Mengatur AWS S3 sangat mudah dan cepat. Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, kalian sudah bisa mulai menyimpan dan mengelola data di cloud. S3 adalah solusi yang sangat fleksibel dan scalable, cocok untuk berbagai kebutuhan penyimpanan. Jika kalian memiliki pertanyaan atau ingin berbagi pengalaman menggunakan S3, jangan ragu untuk meninggalkan komentar di bawah!

Semoga artikel ini bermanfaat dan membantu kalian dalam setup AWS S3. Selamat mencoba!


Praktik Terbaik DevOps: Menuju Efisiensi dan Ketangguhan yang Lebih Baik

9:26 AM Add Comment


Pengembangan Perangkat Lunak (Software Development) selalu berada dalam transformasi yang konstan. Dalam upaya untuk mencapai efisiensi, ketangguhan, dan kualitas yang lebih baik, industri teknologi terus mencari cara untuk mengintegrasikan pengembangan dan operasi dalam sebuah pendekatan yang lebih holistik. Inilah mengapa DevOps, singkatan dari Development (Pengembangan) dan Operations (Operasi), menjadi begitu penting dan populer dalam beberapa tahun terakhir.


DevOps adalah suatu metodologi yang mengintegrasikan tim pengembangan (developer) dan tim operasi (ops) untuk bekerja bersama secara lebih erat sepanjang siklus hidup perangkat lunak. Tujuannya adalah untuk mempercepat pengembangan, meningkatkan kualitas, dan memastikan pengiriman perangkat lunak yang stabil dan handal. Artikel ini akan mengulas beberapa praktik terbaik dalam pengimplementasian DevOps, termasuk pengujian otomatis, pemantauan, dan pemulihan bencana.


1. Pengujian Otomatis (Automated Testing)

Pengujian otomatis adalah salah satu pilar utama dalam praktik DevOps. Dengan menggunakan alat-alat otomatis, tim pengembangan dapat menguji perubahan perangkat lunak secara otomatis sepanjang siklus pengembangan. Ini mengurangi risiko kesalahan manusia dan memungkinkan tim untuk mendeteksi masalah lebih awal dalam siklus pengembangan.


Beberapa jenis pengujian otomatis yang penting dalam DevOps adalah:


  • Unit Testing: Menguji komponen individual perangkat lunak untuk memastikan bahwa mereka berfungsi sesuai yang diharapkan.
  • Integration Testing: Menguji bagaimana komponen perangkat lunak berinteraksi satu sama lain.
  • Functional Testing: Menguji fungsionalitas perangkat lunak dari perspektif pengguna akhir.
  • Performance Testing: Menguji kinerja perangkat lunak untuk memastikan bahwa itu akan berjalan dengan baik dalam situasi beban tinggi.
  • Security Testing: Menguji keamanan perangkat lunak untuk mengidentifikasi potensi kerentanan.

Pengujian otomatis membantu memastikan bahwa setiap perubahan perangkat lunak tidak memperkenalkan masalah baru dan memungkinkan pengiriman perangkat lunak yang lebih cepat dan lebih andal.

Baca juga Arti DevOps Sebenarnya


2. Pemantauan (Monitoring)

Pemantauan adalah praktik penting dalam DevOps yang memungkinkan organisasi untuk memahami kinerja perangkat lunak mereka secara real-time. Dengan pemantauan yang efektif, tim operasi dapat mendeteksi masalah segera setelah mereka muncul dan mengambil tindakan proaktif untuk mengatasi mereka sebelum mereka memengaruhi pengguna akhir.


Beberapa aspek yang perlu dimonitor dalam DevOps meliputi:


  • Kinerja Aplikasi: Melacak waktu respons, penggunaan CPU, penggunaan memori, dan faktor kinerja lainnya untuk memastikan aplikasi berjalan dengan baik.
  • Log dan Jejak (Logging and Tracing): Mengumpulkan dan menganalisis log dan jejak untuk memahami apa yang terjadi di dalam aplikasi dan mengidentifikasi masalah.
  • Penggunaan Sumber Daya (Resource Utilization): Memantau penggunaan sumber daya seperti CPU, memori, dan penyimpanan untuk mengidentifikasi potensi bottleneck.
  • Keamanan: Memantau aktivitas mencurigakan yang dapat mengindikasikan serangan keamanan.
  • Pemantauan Infrastruktur: Melacak kesehatan dan kinerja infrastruktur seperti server, basis data, dan jaringan.

Pemantauan yang baik membantu organisasi untuk merespons masalah dengan cepat, meningkatkan pengalaman pengguna, dan memastikan ketersediaan layanan yang tinggi.


3. Pemulihan Bencana (Disaster Recovery)

Pemulihan bencana adalah praktik yang penting dalam menghadapi situasi darurat seperti kerusakan perangkat keras, kegagalan sistem, atau serangan siber. Dalam konteks DevOps, pemulihan bencana berarti memiliki rencana yang terdefinisi dengan baik untuk mengatasi situasi darurat dan memulihkan sistem dengan cepat.


Beberapa langkah penting dalam pemulihan bencana termasuk:

  • Pencadangan dan Pemulihan Data: Rutin mencadangkan data penting dan memiliki prosedur pemulihan yang teruji.
  • Rencana Kontinuitas Bisnis (Business Continuity Plan): Memiliki rencana yang merinci bagaimana operasi akan berlanjut dalam situasi darurat.
  • Pelatihan dan Kesadaran: Memastikan bahwa tim operasi terlatih dalam menjalankan rencana pemulihan bencana dan bahwa semua anggota tim tahu apa yang harus dilakukan dalam situasi darurat.
  • Pengujian Pemulihan Bencana (Disaster Recovery Testing): Melakukan pengujian reguler untuk memastikan bahwa rencana pemulihan berfungsi seperti yang diharapkan.
  • Pemulihan bencana adalah aspek penting dalam DevOps yang sering diabaikan. Namun, memiliki rencana yang baik dapat membuat perbedaan besar dalam meminimalkan dampak dari situasi darurat.


Baca juga Alat DevOps: Ulasan Alat-Alat Populer dalam Ekosistem DevOps


Kesimpulan

DevOps adalah pendekatan yang kuat untuk mengintegrasikan pengembangan dan operasi dalam pengembangan perangkat lunak. Praktik terbaik seperti pengujian otomatis, pemantauan, dan pemulihan bencana adalah kunci kesuksesan dalam menerapkan DevOps. Dengan mengikuti praktik ini, organisasi dapat mencapai efisiensi yang lebih baik, ketangguhan yang lebih tinggi, dan memberikan pengalaman yang lebih baik kepada pengguna akhir. Implementasi DevOps yang sukses memerlukan komitmen, kerja sama, dan investasi dalam alat dan pelatihan yang sesuai.


Automasi dan CI/CD: Membangun Masa Depan Pengembangan Perangkat Lunak

9:20 AM Add Comment

Pengembangan perangkat lunak adalah salah satu aspek paling dinamis dalam dunia teknologi saat ini. Perubahan yang cepat dalam kebutuhan pengguna dan persaingan ketat antar perusahaan mendorong pengembang untuk terus meningkatkan produk mereka dengan cepat dan tanpa kesalahan. Dalam konteks ini, otomatisasi dan praktik Continuous Integration (CI) serta Continuous Deployment (CD) telah menjadi fondasi utama dalam mengatasi tantangan ini. Artikel ini akan menjelaskan pentingnya otomatisasi dalam pengembangan perangkat lunak dan bagaimana CI/CD dapat mengubah cara kita membangun dan merilis perangkat lunak.


Pentingnya Otomatisasi dalam Pengembangan Perangkat Lunak

Otomatisasi adalah kunci dalam mengatasi kompleksitas pengembangan perangkat lunak modern. Beberapa aspek penting yang menjelaskan mengapa otomatisasi sangat penting dalam pengembangan perangkat lunak adalah:


1. Efisiensi Tinggi

Proses manual sering kali lambat dan rentan terhadap kesalahan manusia. Dengan otomatisasi, tugas-tugas berulang seperti pengujian, penggabungan kode, dan penerbitan dapat dilakukan dengan cepat dan konsisten, menghemat waktu dan sumber daya.


2. Kualitas yang Lebih Tinggi

Otomatisasi memungkinkan pengujian dan pengujian regresi yang kuat. Dengan otomatisasi, perangkat lunak dapat diuji secara berkelanjutan, sehingga masalah dapat dideteksi lebih awal dan perbaikan dapat diterapkan dengan cepat, yang berkontribusi pada peningkatan kualitas perangkat lunak.

Baca juga Arti dari DevOps sebenarnya

3. Konsistensi

Otomatisasi memastikan bahwa setiap langkah dalam siklus pengembangan diterapkan dengan konsisten, mengurangi perbedaan antar lingkungan pengembangan, dan meminimalkan risiko kesalahan manusia.


Pengenalan Continuous Integration (CI) dan Continuous Deployment (CD)

CI dan CD adalah praktik penting dalam mengotomatiskan pengembangan dan rilis perangkat lunak. Ini adalah metode untuk mengintegrasikan kode dari berbagai kontributor dalam tim pengembangan dan secara otomatis menerapkannya ke produksi. Berikut adalah penjelasan singkat tentang keduanya:


Continuous Integration (CI)

CI adalah praktik di mana setiap perubahan kode yang dikirimkan oleh pengembang secara otomatis diuji dan diintegrasikan ke dalam kode sumber utama. Ini memastikan bahwa setiap perubahan dapat dengan cepat diperiksa dan diuji untuk menghindari konflik dan masalah integrasi yang dapat memperlambat pengembangan.


Continuous Deployment (CD)

CD melibatkan otomatisasi penerbitan perangkat lunak ke lingkungan produksi setelah melewati serangkaian pengujian dan validasi. Dengan CD, perubahan perangkat lunak dapat dirilis ke pelanggan dalam waktu singkat setelah selesai, memungkinkan tim untuk merespons dengan cepat terhadap kebutuhan pengguna atau perbaikan keamanan.


Manfaat CI/CD

Implementasi CI/CD membawa berbagai manfaat penting dalam pengembangan perangkat lunak:


1. Rilis Lebih Cepat

CI/CD memungkinkan pengembang untuk merilis perangkat lunak lebih cepat, sehingga dapat menghadapi persaingan pasar dengan lebih baik dan merespons perubahan kebutuhan pengguna secara lebih dinamis.


2. Kualitas yang Lebih Baik

Dengan otomatisasi pengujian dan integrasi, CI/CD memastikan bahwa perangkat lunak yang dirilis memiliki kualitas yang lebih baik, dengan risiko kesalahan yang lebih rendah.

Baca juga Alat DevOps: Ulasan Alat-Alat Populer dalam Ekosistem DevOps

3. Dukungan untuk Kolaborasi

Praktik CI/CD memungkinkan tim pengembangan untuk bekerja secara kolaboratif dan secara efisien menggabungkan perubahan dari berbagai kontributor, baik itu anggota tim atau kontributor terbuka.


4. Kepuasan Pengguna yang Lebih Tinggi

Dengan rilis yang lebih sering dan perbaikan yang lebih cepat, pengguna akan mengalami perangkat lunak yang lebih baik dan akan lebih puas dengan pengalaman mereka.


Kesimpulan

Otomatisasi dan praktik CI/CD adalah kunci untuk membangun masa depan pengembangan perangkat lunak yang efisien dan adaptif. Mereka tidak hanya meningkatkan efisiensi pengembangan, tetapi juga meningkatkan kualitas produk dan memungkinkan perusahaan untuk merespons dengan cepat terhadap perubahan pasar dan kebutuhan pengguna. Oleh karena itu, investasi dalam otomatisasi dan implementasi CI/CD adalah langkah yang sangat penting dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan daya saing di dunia pengembangan perangkat lunak yang terus berubah.


Apa itu Serangan DDoS dan Cara Menghindarinya?

8:32 PM Add Comment

Serangan DDoS


Distributed Denial of Service (DDoS) adalah jenis serangan siber yang bertujuan untuk membuat layanan online tidak tersedia bagi pengguna dengan cara mengirimkan lalu lintas internet yang sangat tinggi ke server yang menjadi target. Serangan DDoS dilakukan dengan menggunakan banyak komputer yang terinfeksi malware atau perangkat yang dikendalikan jarak jauh, dan seringkali digunakan oleh para penjahat siber untuk mencoba memeras uang dari perusahaan-perusahaan online atau untuk mempromosikan agenda politik.


Cara Kerja DDoS

Serangan DDoS dimulai dengan mencari target yang potensial, yaitu situs web atau layanan online yang penting bagi pengguna atau bisnis. Setelah target terpilih, penyerang kemudian menggunakan jaringan komputer yang terinfeksi malware atau perangkat yang dikendalikan jarak jauh untuk mengirimkan sejumlah besar permintaan ke server target. Jumlah permintaan ini sangat besar sehingga server tidak dapat menangani semua permintaan secara efisien, yang mengakibatkan layanan online menjadi lambat atau tidak tersedia sama sekali. Serangan DDoS terutama bergantung pada ketersediaan sumber daya yang digunakan oleh para penyerang untuk mengirimkan jumlah permintaan yang sangat tinggi ke server target.

Baca juga Pembahasan lengkap tentang trojan horse


Cara Menghindari Serangan DDoS

Ada beberapa tindakan yang dapat diambil untuk membantu melindungi diri dari serangan DDoS. Pertama-tama, perusahaan atau organisasi harus memperbarui sistem keamanan mereka secara teratur dan memastikan bahwa mereka memiliki perlindungan yang memadai terhadap malware dan virus. Selain itu, mereka harus memastikan bahwa jaringan mereka dilindungi oleh firewall yang kuat dan software pengamanan lainnya.


Selain itu, perusahaan atau organisasi juga dapat menggunakan layanan penyedia cloud untuk mengalihkan lalu lintas ke server yang tersebar secara global, sehingga jika ada serangan DDoS yang terjadi pada satu server, server lain masih dapat memproses lalu lintas. Ini dikenal sebagai teknologi CDN atau Content Delivery Network. Selain itu, memastikan server memiliki kapasitas dan kemampuan untuk menangani lalu lintas yang tinggi juga dapat membantu mengurangi risiko serangan DDoS.


Terakhir, sangat penting untuk memonitor lalu lintas jaringan secara teratur untuk mendeteksi tanda-tanda serangan DDoS yang mungkin sedang terjadi. Jika terjadi serangan DDoS, penting untuk segera menghubungi penyedia layanan hosting atau tim keamanan siber internal untuk membantu mengurangi dampaknya.

Baca juga Apa itu Scanner Attacyts dalam dunia networking


Kesimpulan

Serangan DDoS dapat menyebabkan kerugian finansial dan reputasi yang signifikan bagi perusahaan atau organisasi yang menjadi target. Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan bahwa sistem keamanan dan jaringan diatur dengan baik dan dilindungi secara memadai. Dengan cara ini, perusahaan dapat mengurangi risiko serangan DDoS dan memastikan bahwa layanan online mereka tetap tersedia bagi pengguna.

Arti DevOps yang sebenarnya

6:38 AM Add Comment

Apa Itu DevOps...?


Penjelasan DevOps
T.Informatika.Umaha
       DevOps adalah pengembangan perangkat lunak dan metode pengiriman aplikasi yang mengambil pendekatan kolaborasi dan terpadu antara bagian pengembangan aplikasi (Dev) dan bagian Operasi aplikasi (Ops).

      Tujuan dari DevOps adalah Untuk membangun atau mengembangkan aplikasi secara lebih cepat. Dengan frekuensi meningkat dan tingkat kegagalan yang lebih rendah. Sebetulnya memang tidak ada definisi atau arti DevOps secara baku.

     Pada proses pembangunan dan pengembangan dalam menyediakan kerangka kerja untuk pengiriman perangkat lunak secara cepat, Pendekatan yang sama dapat digunakan melalui proses pengiriman aplikasi secara lengkap. Dengan model DevOps, teknologi seperti virtualisasi dan otomatisasi data center memungkinkan pengembangan dan pengiriman aplikasi untuk digunakan bersamaan tanpa mengganggu operasional bisnis sehari - hari.

      DevOps merupakan pengembangan dari konsep Agile, Dimana kecepatan release berkualitas dapat dihasilkan lebih sering. hal ini sangat berguna pada semua bidang bisnis yang menggunakan infrastruktur teknologi informasi pada era digital yang serba terhubung ke internet.

     DevOps menggabungkan nilai, prinsip, metode, praktik, dan alat - alat yang dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk dapat lebih cepat menyediakan aplikasi dan layanan sesering mungkin.

Beberapa Tools yang digunakan DevOps
  1.  Tools GIT                    👉 Disini
  2.  Tools Kubernetes      👉 Disini
  3.  Tools Jenkins            👉 Disini










Sumber : https://mobnasesemka.com/arti-devops/ 

Mengatasi Masalah Tidak bisa SSH ke mesin JBOSS AS 7 Openshift

1:19 AM Add Comment
Openshift adalah salah satu platform cloud computing dari redhat. Saat ini masi tersedia layanan free 1 Giga byte untuk satu server. Anda bisa buat akun anda disitu, pilih jenis aplikasi anda, apakah java, php, nodejs atau yang lainnya.

Ok, kita langsung saja pada inti masalah:

Pada suatu hari, saya tidak bisa ssh ke mesin aplikasi di openshift, ketika aplikasi sedang running. Padahal sebelumnya baik-baik saja saat kita melakukan deploy component jboss.

Menurut mbah google, ternyata jika gear is out of threads, it blocks ssh access... atau dengan kata lain, gear ternyata bekerja keras sehingga melakukan block ssh access.

Step Troubleshot :

Sebelumnya pastikan rhc sudah ter install di computer anda.

1. Matikan secara paksa aplikasi anda dengan command berikut:
rhc app force-stop webdev
(webdev adalah nama aplikasi kita di openshift) 

2. Setelah aplikasi anda sudah mati, lakukan ssh. Pasti bisa masuk. lalu jalankan kembali aplikasi anda...


hufff....slmat...akhirnya bisa masuk ke aplikasi dan bisa liat log di dalam.

terima kasih mbah google. Jadi intinya, agar kita bisa ssh ke server, matikan dulu semua aplikasi yang kita create di openshift. 

Berikut ini adalah cara untuk restart gear:

Lakukan stop gear:

rhc cartridge stop mongodb-2.4 -a jbossas

Setelah itu lakukan start gear:

rhc cartridge start mongodb-2.4 -a jbossas

jbossas adalah nama aplikasi kita di openshift.


Jika kita membuat server free di openshift, maka kita hanya mendapatkan volume storage sebesar 1 Gb.  Jadi kita harus sering melakukan pengecekan quota yang masi available.  

to check is also how much disk space you are using on the gear du -ks ~/

untuk check quota gears apakah sudah habis atau masih banyak yang free:

rhc app-show --gears quota

sekian..... Terima kasih sudah membaca artikel ini, semoga bermanfaat. 

Konfigurasi NGINX sebagai Reverse Proxy ke lebih dari satu services multi port

12:47 AM Add Comment
NGINX
Tutorial kali ini kita akan melakukan konfigurasi NGINX sebagai Reverse Proxy ke lebih dari satu server atau host aplikasi RESTful API yang berjalan di port nya masing-masing atau multi port. Contohnya anda mempunyai lebih dari satu docker container yang berjalan di mesin komputer yang sama, dan aplikasi client hanya bisa request melalui port 80 saja, atau port 443 jika request menggunakan https. Atau mungkin hanya service biasa yang tidak di bungkus dengan docker container yang langsung berjalan di localhost atau di mesin server yang lain dengan port tertentu. Contoh ilustrasinya seperti ini:
Ilustrasi NGINX services multi port

Baiklah, kita akan membuat NGINX berfungsi sebagai reverse proxy seperti gambar di atas. Server yang kita gunakan untuk menjalankan nginx menggunakan operating system Linux Ubuntu.  Ikuti langkah-langkah berikut ini: 1. Install nginx di server linux ubuntu:
$ sudo apt-get install nginx
2. Buatlah file konfigurasi baru di dalam folder sites-available:
$ sudo vi /etc/nginx/sites-available/api.example.com.conf
3. Copy paste script berikut ke dalam file /etc/nginx/sites-available/api.example.com.conf
server {
 keepalive_timeout 30;
 # SSL configuration
 listen 443 ssl default_server;
 listen [::]:443 ssl default_server;
 server_name api.example.com;
 ssl_certificate /etc/nginx/ssl/certificate.crt;
 ssl_certificate_key /etc/nginx/ssl/certificate.key;
 ssl_session_cache    shared:SSL:10m;
 ssl_session_timeout  10m;
 # application-a
 location /application-a {
  include /etc/nginx/global/include.request.conf;
  rewrite ^/application-a(/.*) $1 break;
  proxy_pass http://127.0.0.1:8881;
 }
 # application-b
 location /application-b {
  include /etc/nginx/global/include.request.conf;
  rewrite ^/application-b(/.*) $1 break;
  proxy_pass http://127.0.0.1:8882;
 }
 # application-c
 location /application-c {
  include /etc/nginx/global/include.request.conf;
  rewrite ^/application-c(/.*) $1 break;
  proxy_pass http://127.0.0.1:8883;
 }
 location / {
  try_files $uri $uri/ =404;
 }
 access_log /etc/nginx/logs/access.log;
 error_log  /etc/nginx/logs/error.log;
}

server {
 listen 80 default_server;
 listen [::]:80 default_server;
 server_name    api.example.com;
 rewrite        ^ https://$server_name$request_uri? permanent;
}
Ganti api.example.com dengan nama domain anda. Jika tidak punya nama domain, ganti dengan ip public server anda. 4. Buat file /etc/nginx/global/include.request.conf
$ sudo mkdir /etc/nginx/global
$ sudo vi /etc/nginx/global/include.request.conf
5. Copy paste script berikut ke dalam file /etc/nginx/global/include.request.conf
proxy_http_version 1.1;
proxy_set_header Upgrade $http_upgrade;
proxy_set_header Connection 'upgrade';
proxy_set_header Host $host;
proxy_cache_bypass $http_upgrade;
6. Buat file /etc/nginx/ssl/certificate.crt dan /etc/nginx/ssl/certificate.key sehingga bisa di akses melalui https.
$ sudo mkdir /etc/nginx/ssl
$ sudo openssl req -x509 -nodes -days 365 -newkey rsa:2048 -keyout /etc/nginx/ssl/certificate.key -out /etc/nginx/ssl/certificate.crt
7. Aktifkan konffigurasi di atas dengan membuat softlink di folder /etc/nginx/sites-enable
$ sudo ln -s /etc/nginx/sites-available/api.example.com.conf /etc/nginx/sites-enabled/
8. Reload konfigurasi nginx
$ sudo systemctl reload nginx
Okey, sekarang aplikasi RESTful API anda yang terdiri dari beberapa aplikasi dengan port nya masing-masing atau multi port, bisa di akses melalui port 80 atau 443. Seperti contoh berikut: https://api.example.com/application-a/.... https://api.example.com/application-b/.... https://api.example.com/application-c/.... Port nya tidak perlu disertakan pada alamat url, karena secara default akan mengakses ke port 80 untuk http dan ke port 443 untuk https. Sekian tutorial kali ini, semoga tutorial ini bisa sedikit membantu anda memanfaatkan NGINX sebagai proxy untuk aplikasi backend multi port sehingga bisa diakses dari satu port saja. Jika ada pertanyaan atau bagian tutorial yang kurang jelas atau anda mengalami kesulitan saat mengikuti langkah-langkah di atas, silahkan bertanya lewat kolom komentar. Terima kasih sudah mampir di blog yang sangat sederhana ini. Semoga sukses.

Cara export keyfilename.keytool (atau dot jks) ke private key (dot pem)

12:45 AM Add Comment
Cara export keyfilename.keytool (atau dot jks) ke private key (dot pem)

 

Kasusnya adalah anda hanya punya file dot keytool atau file dot jks, kemudian dari file tersebut anda ingin membuat file certificate dan file private key atau dot pem. Ikuti langkah-langkah berikut:
  1. Salin dari format JKS ke format PKCS12:

    keytool -importkeystore -srckeystore mykeystore.jks -destkeystore mykeystore.p12 -deststoretype PKCS12
    openssl pkcs12 -in mykeystore.p12 -nokeys -out cert.crt



  2. Export certificate dari format PKCS12. Hasilnya adalah file cert.crt:

    openssl pkcs12 -in mykeystore.p12 -nokeys -out cert.crt


  3. Export unencrypted private key dari file dot p12 atau format PKCS12. Hasilnya adalah file privatekey.pem:
    $ openssl pkcs12 -in mykeystore.p12  -nodes -nocerts -out privatekey.pem
Selain dengan cara di atas, yaitu cara menggunakan openssl, bisa juga menggunakan software keytool. Untuk melihat public key dari file privatekey.pem:
$ openssl x509 -in privatekey.pem -text -noout

Setting SSH Tunneling dari Mac atau Linux

12:36 AM Add Comment
Setting SSH Tunneling dari Mac atau Linux


Kita menggunakan koneksi ssh tunnel ke suatu mesin jika mesin tersebut hanya boleh menerima paket data dari ip dan port tertentu saja.

Contoh case nya, kita akan mengirimkan paket data ke mesin A (192.168.10.254:1521) dan mesin C (192.168.10.253:1521) melalui mesin B (192.168.20.254), dimana user dan password untuk mesin B adalah b_user dan b_password. Mesin A dan C adalah server database oracle, jadi biasanya menggunakan port 1521.

Berikut ini adalah cara konfigurasi ssh tunnel dari kasus di atas dari operating sistem mac atau linux.

1. buka terminal, ketik sudo vi .ssh/config
2. copy paste script berikut:

Host mesindevelopmentku
   User b_user
   HostName 192.168.20.254
   ForwardX11 yes
   # host database pertama. mesin A
   LocalForward 9002 192.168.10.254:1521
   # host database kedua. mesin C
   LocalForward 9001 192.168.10.253:1521

3. save script di atas dengan command, :wq!
4. ketik ssh mesindevelopmentku lalu tekan enter.
5. Masukkan password mesin B tadi: b_password
6. Anda telah berhasil masuk di mesin B. Terminal yang anda gunakan untuk masuk ke mesin B, jangan ditutup. ketik top lalu tekan enter.
7. Sekarang anda sudah bisa melakukan koneksi ke mesin A dan C melalui port 9002 untuk mesin A dan melalui port 9001 untuk mesin C.


Jika anda akan masuk ke mesin A dan C yang mana mesin ini adalah server database oracle, hostname nya menggunakan localhost dan port nya 9001 atau 9002

Sekian.

Terima kash sudah membaca tutorial ini.

SSH via internet ke private network yang terlindung proxy

12:32 AM Add Comment
Case nya adalah anda ingin melihat log aplikasi di private server yang koneksi nya harus lewat proxy.
Teman anda yang ada di kantor client diberi akses lewat wifi internal dan harus konek pakai proxy yang telah ditentukan.
Anda berada di kantor HQ ingin melihat log tadi langsung dari server client. Berikut ini adalah gambar ilustrasi network arsitektur nya.

SSH via internet ke private network yang terlindung proxy

Dari gambar di atas, berikut adalah cara yang saya pakai untuk masuk ke server tadi melalui jalur internet.


1. dari MACBOOK A, ketik command: "sudo route -n add -net CLOUD_IP MODEM_IP" kalau pakai linux: "sudo route add CLOUD_IP gw MODEM_IP" gunanya adalah untuk mengarahkan paket data dari ip local ke ip tujuan (CLOUD_IP) melalui ip internet gateway modem (MODEM_IP)
2. dari MACBOOK A, ketik command: "ssh -R 19999:localhost:22 clouduser@CLOUD_IP" gunannya adalah membuat koneksi ssh tunneling dari macbook A ke cloud server. Jangan di close terminal sehingga koneksi tetap terjalin.
3. dari MACBOOK B, ketik command: "ssh clouduser@CLOUD_IP"
4. sekarang MACBOOK B dan cloud server telah terhubung. selanjutnya dari dalam cloud server, lakukan ssh ke macbook A. ketik: "ssh macbook_a_user@localhost -p 19999"
5. sekarang MACBOOK B telah terhubung ke MACBOOK A. selanjutnya anda sudah bisa masuk ke private server client anda melalui proxy.

Jika anda ingin melihat table route ketik command: netstat -nr

Sekian tutorial kali ini. semoga bermanfaat.